Polisi merupakan salah satu profesi yang memiliki banyak sarjana hukum. Ini sisi lain polisi yang lebih mengandalkan pikiran dan analisis hukum ketimbang otot.
Berdandan rapi dengan rambut cepak. Penampilan ketiga pria itu makin terlihat parlente dengan jas hitam dipadu dasi warna-warni. Mereka duduk di salah satu ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan mereka perlu hadir di tempat yang sama setiap hari selama seminggu.
Tak ada kamera dan blits lensa fotograper pekerja infoteinmen. Nyaris tak ada pula yang menanyakan maksud kedatangan mereka ke pengadilan. Tak ada pula toga hitam yang membalut tubuh bercampur keringat. Maklum, mereka bukan advokat kelas atas yang sedang membela klien seorang artis yang terjerat narkoba. Raden Purwadi, Fidian S, dan Dwi Agus Prianto –ketiga pria tadi—adalah anggota polisi. Mereka sedang mewakili Kepolisian Negara Republik Indonesia bertarung di meja hijau.
Ketika hukumonline menyaksikan persidangan, ketiga anggota korps bhayangkara itu mewakili Polri sebagai termohon praperadilan. Ini adalah salah satu pekerjaan yang harus dijalankan polisi seperti Raden, Fidian dan Dwi Agus. Kali lain mereka disibukkan pembuatan draf peraturan yang akan berlaku di lingkungan Polri. Tentu, pekerjaan itu dilakukan bukan dengan senjata api atau pentungan.
Orang awam lebih mengidentifikasi polisi sebagai orang yang mengejar dan menangkap penjahat, atau petugas yang mengatur lalu lintas di jalanan. Ini bukan pandangan yang salah, hanya terlalu sederhana melihat profile polisi. Polisi memiliki divisi lain, seperti divisi hukum, propam, dan humas. Polisi seperti Raden, Fidian dan Dwi Agus bekerja di divisi hukum. Tidak mengherankan jika di belakang nama mereka tertera titel Sarjana Hukum (SH). Malah ada yang sudah memperoleh gelar doktor ilmu hukum. Contohnya, Iza Fadri. Polisi yang meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia ini sehari-hari bertugas sebagai Kepala Bidang Bantuan dan Nasihat Hukum (Kabid Banhatkum) Mabes Polri.
Polisi bergelar sarjana hukum tak melulu ditempatkan di Divisi Hukum. Mereka juga menyebar di Badan Reserse dan Kriminal. Maklum, dalam proses penyidikan suatu perkara pidana dibutuhkan keahlian bidang hukum. Meskipun bukan sesuatu yang mutlak, gelar sarjana hukum bisa menambah kepercayaan seorang penyidik. Direktorat Lalu Lintas juga memiliki sumber daya manusia sarjana hukum karena berkaitan dengan penegakan aturan berlalu lintas. Tetapi dibanding satuan lalu lintas dan badan reserse, divisi hukum paling minim publikasi. Sehingga tak banyak yang paham betul dapur divisi hukum di institusi Polri.
Dari praperadilan hingga teknis hukum
Iza Fadri mengatakan tugas Divisi Binkum merupakan bagian dari tugas pemerintah dalam rangka pembangunan hukum nasional. Termasuk menyusun rumusan rancangan peraturan yang berkaitan dengan tugas Polri. Selain menyusun konsep, hal-hal teknis juga menjadi tanggung jawab divisi ini.
Anda masih ingat ‘perseteruan’ mantan Kabareskrim Susno Duadji dengan Mabes Polri kan? Pengacara Susno mempersoalkan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 7 Tahun 2006 Tentang Kode Etik Profesi Polri dan Perkap No. 8 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri. Kebetulan kedua Perkap ini dijadukan rujukan untuk menahan Susno saat hendak berangkat ke luar negeri. Insiden di Bandara Soekarno-Hatta itu berujung pada perdebatan hukum. Pengacara Susno menemukan kelemahan: Perkap tersebut belum dicatatan di Berita Negara. Tugas mengurus pendokumentasian Perkap itu tentu bagian dari tugas divisi hukum.
Divisi Binkum juga bertugas membuat dan memberikan analisis hukum atas permasalahan yang dihadapi institusi Polri. Termasuk mem-backup satuan reserse dalam menganalisis suatu kasus dari perspektif hukum. Divisi Binkum pun kerap memberikan second opinion kepada Polri agar dapat menilai sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Terpenting, atas kasus Susno Duadji Divisi Binkum sebagai alat kelengkapan dari bagian sistem penegakan hukum di lingkungan Polri yakni membentuk lembaga Kode Etik dan Profesi juga lembaga Disiplin. “Lembaga Kode Etik seusai dengan PP merupakan bagian alat kelengkapan proses pemberhentian anggota Polri,” ujar Iza.
Tugas Divisi Binkum lainnya adalah memberikan penyuluhan hukum kepada anggota Polri. Secara umum pun Divisi Binkum memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Iza mengaku kerap berbicara pada forum-forum diskusi perihal cakupan tentang Polri. Karena itu, Iza yang juga dosen ilmu hukum pada program magister di Universitas Nasional kerap memberikan advokasi terhadap anggota Polri yang tersandung masalah. “Kami juga memberikan advokasi dan bantuan hukum kepada keluarga besar Polri,” tuturnya.
Bantuan hukum yang diberikan Polri terhadap anggotanya memang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 tahun 2010 tentang Hak-Hak Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Salah satu hak yang mesti diberikan adalah bantuan hukum dan perlindungan kemananan sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) menyatakan “Setiap anggota Polri beserta keluarganya berhak memperoleh bantuan hukum dari dinas baik dalam mapun di luar proses peradilan”. Ayat (2) menyatakan “Setiap anggota Polri yang melaksanakan tugas khusus menangani perkara tindak pidana tertentu berhak memperoleh perlindungan kemanan”. Nah, pelaksanaan dalam rangka pemberian bantuan hukum diatur dalam Perkap.
Senada dengan Iza, wakil ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adnan Pandupradja mengatakan tugas Divisi Binkum memberikan pendapat yang independen terkait penyidikan. Malahan tidak jarang, kerap berbeda pendapat dengan penyidik. Sebagai contoh, kata Adnan pada Polri berada pada posisi abu-abu, Divisi Binkum memberikan pendapat. “Sehingga tidak jarang memberikan dampak integrasinya. Cuma tidak jarang mereka jalan sendiri, penyidik jalan sendiri ketika masyarakat mengadukan divbinkum memberikan padangan berbeda dengan jajaran di Polri,” katanya.
Rekomendasi
Selain meminta pendapat para penasihatnya, Kapolri biasa meminta saran dan rekomendasi dari Divisi Binkum. Prosedurnya, kata Iza melalui prosedur penerapan hukum. Dengan cara memberikan analisis dengan bahan pemberitaan dari media massa, atau atas permintaan Kapolri secara struktural.
Dengan demikian, atas inisiatif sendiri Divisi Binkum bisa membuat respons berupa analisis atas permasalahan tertentu atau kasus khusus. “Kami memberikan saran dan pendapat hukum kepada Kapolri. Artinya diminta atau kita aktif ketika itu menjadi suatu topik apakah di media massa yang sifatnya cetak maupun elektronik. Jadi sifatnya akan aktif memberikan saran,” ujar Iza.
Adnan berpandangan dengan kewenangannya memberikan rekomendasi dan pendapat, Divisi Binkum diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam rangka reformasi di tubuh Polri. Dengan catatan, kerap memberikan masukan dan rekomendasi kepada pimpinan. Meskipun Adnan mengakui rekomendasi tersebut belum tentu diterima. Namun, toh memang menjadi tugas dan kewajiban Divisi Binkum. “Masalahnya kita tidak tahu mana yang diterima dan mana yang tidak diterima untuk rekomendasi,” ujarnya.
Tawarkan bantuan hukum terhadap dua penyidik
Sebagai contoh, Divisi Binkum sedianya telah memberikan bantuan hukum terhadap anggota Polri yang tersandung masalah. Sebut saja dua penyidik dalam kasus Gayus Halomoan P. Tambunan, yakni M Arafat Enanie dan Sri Sumartini. Meskipun telah menawarkan memberikan bantuan hukum terhadap Arafat dan Sumartini, toh keduanya malah menggunakan jasa pengacara dari luar institusi Polri. “Jadi kita telah memberikan bantuan kepada Arafat dan Sri Sumartini setelah supaya nanti dia merasa bahwa lebih leluasa mereka memberikan kuasa kepada pihak luar,” ujar Iza.
Iza mengaku Divisi Binkum telah memberikan saran dan keleluasaan terhadap keduanya agar lebih bebas tanpa ada tekanan dari Polri dengan menggunakan jasa pengacara dari luar institusi Polri. Pasalnya dengan menggunakan Divisi Binkum sebagai pengacara justru membuat Arafat dan Sumartini menjadi tidak bebas dalam memberikan keterangan. Terlebih lagi akan terjadi conflict interest. “Karena ketika nanti kita sebagai pengacara dia, kita tidak bisa melepaskan bahwa pengacara bagi institusi Polri. Jadi untuk lebih leluasa dia menggunakan pengacara luar,” tuturnya.
Adnan menilai dilematis jika dihubungkan dengan PP No. 42 Tahun 2010. Sudah seyogianya menjadi kewajiban Divisi Binkum untuk memberikan bantuan hukum kepada anggota polisi yang kesandung masalah. PP No. 42 Tahun 2010 tidak menimbulkan masalah sekalipun kepolisian digugat oleh publik. Semisal gugatan praperadilan yang diajukan oleh pihak di luar institusi Polri. Sebut saja MAKI. Namun dia tidak menampik jika keterangan Arafat dan Sumartini akan berdampak negatif terhadap Polri. Padahal, jelas dia Divisi Binkum berada di bawah naungan Polri dan akan menjadi conflict interest. “Karena konflik itu maka tidak heran kemudian kompol Arafat lebih memilih alternatif di luar yang disediakan,” ujarnya.
Eksis
Ketertarikan Iza yang meraih gelar doktor di Universitas Indonesia (UI) pada Divisi Binkum lantaran memiliki tugas yang pararel. Pertama, ujar dia, Polri sebagai institusi yang besar. Bahkan dalam tugas dan kewenangannya menyangkut permasalahan hukum. Kedua, dalam melaksanakan tugasnya Polri memiliki alat kelengkapan dalam penataan organisasi Polri. “Misalnya lembaga kode etik dan lembaga disiplin,” ujarnya.
Sebelumnya, Polri memang bergabung dengan TNI. Sehingga masuk dalam sistem peradilan militer. Kini, setelah era reformasi Polri terpisah dari TNI. Karena itu, Polri masuk pada ranah sistem peradilan umum. Dia tidak menampik banyaknya gugatan praperadilan yang dilayangkan masyarakat terhadap Polri. Sehingga, tugas dan kewenangannyalah untuk menjadi kuasa hukum dari Polri. Sehingga dia berpadangan, Divisi Hukum mesti eksis di mata publik dengan serangkaian permasalahan yang dihadapi Polri. “Jadi makanya Divisi hukum itu harus tetap ada dan eksis,” katanya.
Selain itu, Divisi Binkum juga kerap terlibat dalam perumusan perundang-undangan yang relevan dengan Polri. Dengan begitu, Divisi Binkum kerap memantau dan ikut serta dalam pembangunan hukum nasional. “Jadi dilibatkan karena bagian dari pemerintah. Kalau dalam tim, dia salah satu anggota tim. Iya RUU yang relevan dan tidak semua RUU. Tapi apa sih yang pidana yang tak relevan dengan Polri, jadi hampir semua,” katanya.
Adnan sepakat jika Divisi Binkum mesti eksis. Dengan memberikan rekomendasi kebijakan, sudah selayaknya Divisi Binkum mendorong reformasi kepolisian. Berupa merubah Perkap mengenai pengaduan masyarakat. Pasalnya Perkap yang telah usang dan tidak kontekstual mesti dirubah dengan peraturan yang kekinian. Dia tidak menampik tugas memantau RUU yang relevan dengan Polri menjadi kewajiban Divisi Binkum. “Saya apresiasi sekali Divis Binkum dapat melaksanakan tugasnya secara optimal pada waktu jamannya Kadiv Binkum Ariyanto Sutardi yang melahirkan Perkap No. 8 tahun 2009 mengenai Implementasi HAM dalam tugas-tugas Polri,” ujarnya.
Tambah pengetahuan
Ditempatkan pada Divisi Binkum, tak membuat Iza kecewa. Pasalnya, ini kali ketiga dia ditempatkan pada posisi serupa. Periode pertama pada tahun 1997 hingga 1999. Periode kedua, pada 2004 hingga 2006. Dan periode ketiga 2009 hingga sekarang Iza bertugas pada Divisi Binkum. “Jadi sudah tiga kali. Memang ini lingkup saya,” katanya.
Dijelaskan Iza, sejak tamat dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dia diperintahkan pimpinan agar mengambil sekolah spesifikasi ilmu hukum pada program master di UI. Kemudian, pengajar Ilmu Hukum pada Universitas Trisakti ini bertugas pada reserse. Selanjutnya, dia pun melanjutkan pendidikan dengan mengambil program doktor pada Universitas yang sama. Setelah meraih gelar doktor, Iza ditempatkan pada Divisi Binkum. “Jadi saya boleh dikatakan keluar masuk di divisi hukum. Jadi buat saya sesuatu katakanlah dua bidang tugas yang saya tekuni. Jadi tidak ada permasalahan,” tandasnya.
Dalam pendidikan kepolisian, Iza mengaku telah mulai dalam akademi kepolisian. Terakhir dia telah merampungkan pendidikan Sekolah Perwira Tinggi (Sespati). Selain kesibukannya bertugas pada korps bhayangkara, Iza mengajar pada beberapa perguruan tinggi seperti Unas, Universitas Bhayangkara, dan Universitas Tujuhbelas Agustus. Mengajar bagi mantan Wakapolres Jakarta Pusat ini bisa menambah pengetahuan dan wawasannya di bidang hukum.